skorbolaindonesia – Laga sengit antara Arsenal dan Paris Saint-Germain (PSG) dalam turnamen pramusim International Champions Cup 2025 berakhir dengan hasil mengecewakan bagi tim asal London tersebut. Kekalahan 2-1 dari PSG menimbulkan berbagai analisis, mulai dari performa individu pemain, pendekatan taktik Mikel Arteta, hingga kondisi fisik para pemain yang belum mencapai puncak. Namun, satu faktor yang menjadi sorotan utama adalah absennya Thomas Partey dari susunan pemain. Pertanyaannya kini muncul: apakah ketidakhadiran Partey menjadi penyebab utama kekalahan Arsenal dari PSG?
Arsenal Kehilangan Keseimbangan di Lini Tengah
Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion Allegiant, Las Vegas, Arsenal tampil tanpa gelandang bertahan utamanya, Thomas Partey. Pemain asal Ghana tersebut mengalami cedera ringan pada sesi latihan sehari sebelum laga, yang membuatnya harus menepi sebagai langkah pencegahan. Arteta pun memilih untuk menurunkan kombinasi Declan Rice dan Jorginho di lini tengah, dengan Martin Ødegaard sebagai gelandang serang.
Secara sekilas, komposisi tersebut masih terlihat solid. Namun kenyataannya di lapangan menunjukkan hal berbeda. Arsenal tampak kehilangan keseimbangan dan kontrol di lini tengah, terutama ketika menghadapi tekanan tinggi dari PSG yang dimotori oleh Vitinha dan Fabián Ruiz.
Absennya Partey sangat terasa pada dua aspek utama permainan: pertahanan transisi dan progresi bola dari belakang. Di dua aspek ini, Partey biasanya menjadi kunci penting dengan kemampuan duel fisik, intersepsi, serta kecepatan membaca permainan.
Statistik yang Menunjukkan Kekosongan
Menganalisis statistik pertandingan memberi kita gambaran lebih jelas tentang betapa vitalnya peran Partey yang absen dalam laga tersebut:
- Intersep Arsenal vs PSG: 6 vs 13
- Tekel sukses: 8 dari 17 (47%) – lebih rendah dari rata-rata musim lalu
- Peluang lawan dari serangan balik: 4 (tertinggi sejak Januari 2024)
Ketika Partey bermain, Arsenal memiliki rerata 62% penguasaan bola dan hanya kebobolan rata-rata 0,9 gol per pertandingan. Namun dalam laga melawan PSG, penguasaan bola Arsenal menurun menjadi 54%, dan mereka kebobolan dua gol, salah satunya berasal dari skema serangan balik cepat yang seharusnya bisa diantisipasi oleh seorang gelandang bertahan murni.
Declan Rice Sendirian: Tidak Efektif?
Declan Rice, yang didatangkan dari West Ham dengan harga selangit, memang telah menunjukkan performa stabil sejak musim lalu. Namun dalam laga ini, Rice terlihat bekerja terlalu keras. Tanpa kehadiran Partey di sisinya, ia harus menanggung tugas defensif sekaligus progresi bola seorang diri. Jorginho, yang lebih cocok sebagai distributor daripada ball-winner, tidak mampu mengimbangi intensitas permainan PSG.
Beberapa kali Rice terpaksa keluar dari posisinya untuk menutup celah, yang kemudian dimanfaatkan oleh PSG untuk menciptakan ruang di lini kedua. Gol pertama PSG adalah contoh paling jelas: ketika Rice naik terlalu tinggi untuk menutup ruang Vitinha, lini belakang Arsenal tidak mendapat perlindungan yang cukup, sehingga Gonçalo Ramos mampu dengan leluasa menyambut umpan dan mencetak gol.
Mikel Arteta dalam konferensi pers pasca pertandingan mengakui adanya ketimpangan di lini tengah:
“Kami kehilangan kontrol di beberapa momen penting, terutama di tengah lapangan. PSG punya kualitas luar biasa, dan jika Anda tidak bisa mengendalikan permainan di area itu, maka Anda akan menderita.”
Baca Juga:
- Mengisi Kursi Pelatih Real Madrid: Xabi Alonso Prioritas, Jurgen Klopp Alternatif
- Real Madrid Yakin Masih Bisa Salip Barcelona dalam Perebutan Gelar La Liga
Partey: Pemain Kunci Arsenal yang Sering Dilupakan
Meski tidak selalu mendapat sorotan besar seperti Ødegaard atau Saka, Thomas Partey adalah fondasi tak terlihat dari struktur permainan Arsenal. Ia memberikan kestabilan yang memungkinkan pemain lain tampil lebih ofensif. Tanpa dirinya, distribusi bola Arsenal menjadi lebih lambat dan rentan terhadap pressing lawan.
Dalam hal statistik musim lalu (2023/24), Partey mencatat:
- Akurasi umpan: 89%
- Intersep per laga: 2,1
- Tekel sukses per laga: 3,4
- Rata-rata sentuhan per pertandingan: 68
- Persentase keberhasilan duel: 62%
Bahkan jika tidak sedang dalam performa terbaik, kehadiran fisik dan kemampuan antisipasi Partey membuat lawan berpikir dua kali sebelum masuk ke zona tengah Arsenal. Tanpa dirinya, PSG bebas memainkan bola di area tersebut, dengan Vitinha secara khusus memanfaatkan ruang yang biasanya dikuasai Partey.
Masalah Klasik: Ketergantungan pada Pemain Tertentu?
Pertanyaan yang muncul setelah laga ini adalah: Apakah Arsenal terlalu bergantung pada Thomas Partey? Di era sepak bola modern, mengandalkan satu pemain sebagai poros permainan bisa menjadi risiko besar, apalagi mengingat riwayat cedera Partey yang tak bisa diabaikan.
Musim lalu saja, Partey melewatkan 14 pertandingan karena masalah otot dan kebugaran. Arsenal tampaknya belum memiliki pengganti alami dengan kualitas setara. Jorginho lebih lambat dan tidak sekuat dalam duel fisik, sementara pemain muda seperti Mohamed Elneny atau Charlie Patino masih belum dipercaya untuk laga besar.
Arteta mungkin perlu mempertimbangkan opsi lain di bursa transfer atau mencari solusi taktis, seperti menurunkan Rice lebih dalam dengan dua gelandang box-to-box di depannya. Namun kenyataannya, pengganti Partey saat ini belum ada yang bisa menyamai dampaknya terhadap permainan.
PSG Manfaatkan Celah dengan Cerdas
Perlu juga diakui bahwa PSG tampil sangat taktis. Luis Enrique jelas menginstruksikan anak asuhnya untuk mengeksploitasi sisi tengah Arsenal yang rapuh. Vitinha, yang dinobatkan sebagai Man of the Match, menjadi ancaman konstan dari lini kedua, sementara Warren Zaïre-Emery berperan menekan lini pertama Arsenal dan memaksa kesalahan umpan.
Gol kedua PSG adalah hasil dari kombinasi cepat di tengah, dimulai dari tekanan Vitinha yang kemudian menghasilkan umpan terobosan ke Ramos. Semua berawal dari kegagalan Arsenal menutup ruang transisi — sesuatu yang biasa diatasi oleh Partey dengan mudah saat ia bermain.
Sebuah Pelajaran Mahal
Kekalahan dari PSG memang tidak menentukan apa pun secara kompetitif karena hanya laga pramusim. Namun tetap saja, laga ini memberi pelajaran berharga bagi Mikel Arteta dan skuadnya: ketidakhadiran Thomas Partey menciptakan celah besar yang sulit diisi oleh pemain lain.
Meski Rice adalah gelandang kelas dunia, ia lebih efektif bila dipasangkan dengan pemain yang bisa memberinya keleluasaan bermain. Ketika harus melakukan segalanya sendiri, efektivitasnya menurun drastis. Arsenal perlu menemukan cara untuk menghadapi kemungkinan absennya Partey di masa depan — baik dengan memperkuat kedalaman skuad, atau beradaptasi secara taktik.
Sementara itu, para fans tentu berharap Partey segera pulih dan kembali ke lapangan. Jika Arsenal ingin bersaing di semua kompetisi musim ini, mereka butuh Partey dalam kondisi bugar dan siap tempur.