Alarm Kuning di Barcelona: 4 Masalah Gawat yang Bikin Hansi Flick Pusing Tujuh Keliling

Skorbolaindonesia – Ada apa dengan Barcelona? Awal musim 2025/2026 yang seharusnya jadi ajang pembuktian Hansi Flick malah terasa seperti mimpi buruk. Dua kekalahan dalam lima hari sebelum jeda internasional Oktober kemarin jadi sinyal bahaya yang gak bisa dianggap remeh. Bayangin aja, jumlah kalahnya sama dengan total kekalahan mereka sepanjang tahun 2025!
Setelah dihajar Paris Saint-Germain di Liga Champions, mereka malah dibantai 1-4 oleh Sevilla—tim yang musim lalu hampir degradasi. Dua hasil ini bukan cuma soal kehilangan poin, tapi kayak nunjukkin kalau ada yang “konslet” di dalam sistem permainan Barcelona. Padahal, Barca sempat keren di awal musim dengan rekor tak terkalahkan. Tapi ternyata, di balik itu semua, masalahnya sudah kelihatan.
Kini, jeda internasional sudah selesai. Hansi Flick punya PR besar yang harus segera diselesaikan kalau mau bawa Barcelona kembali ke jalur juara. Apa saja masalahnya?
Masalah Warisan dan Ekspektasi yang Terlalu Tinggi
Sebelum kita bedah masalah di lapangan, penting untuk ingat kalau Flick datang di saat yang sulit. Ia mewarisi skuad dengan fondasi yang dibangun Xavi Hernandez, namun dengan kondisi finansial klub yang masih megap-megap. Barcelona tidak bisa belanja pemain sesuka hati seperti dulu. Mereka sangat bergantung pada pemain muda dari La Masia dan beberapa bintang senior. Ekspektasi publik yang ingin melihat Flick mengulang sukses treble winner seperti di Bayern Munich jelas menjadi beban berat, apalagi dengan skuad yang bisa dibilang “seadanya”.
1. Pertahanan Ketinggian yang Jadi Senjata Makan Tuan
Musim lalu, taktik andalan Flick adalah high line atau garis pertahanan tinggi. Bek-beknya maju sampai hampir ke tengah lapangan. Taktik ini sukses besar bikin lawan panik dan susah keluar dari area sendiri. Tapi musim ini? Taktik yang sama malah jadi bumerang paling mematikan.
Rayo Vallecano adalah tim pertama yang ngasih contekan cara ngalahin Barca. Cukup taruh satu striker di posisi offside, lalu suruh dia lari menyamping buat nerima umpan panjang. Boom! Pertahanan Barcelona langsung ambyar. Pola ini terus-terusan ditiru lawan, termasuk Sevilla.
Kepergian Inigo Martinez yang pindah klub benar-benar terasa dampaknya. Tanpa kepemimpinannya, koordinasi bek tengah jadi kacau balau. Mereka sering panik saat menghadapi bola-bola panjang. Flick harus segera cari solusi, entah itu memperbaiki komunikasi atau mungkin ganti taktik saat unggul. Kalau tidak, siap-siap saja gawang Barca jadi lumbung gol.
2. Mesin Pressing yang Mendadak Loyo
Kunci sukses Barcelona musim lalu, dan juga ciri khas taktik Flick di Bayern Munich, adalah gegenpressing yang intens. Begitu kehilangan bola, 3-4 pemain langsung “mengeroyok” lawan untuk merebut bola kembali di area berbahaya. Tapi musim ini, intensitas itu hilang entah ke mana.
Sekarang, lawan jadi lebih gampang membangun serangan dari bawah. Akibatnya? Para pemain Barcelona jadi ngos-ngosan karena harus lari mundur terus-terusan buat bertahan. Padahal, seluruh sistem permainan Flick bergantung pada keberhasilan merebut bola secepat mungkin. Absennya Raphinha yang cedera bikin situasi makin parah, karena dia adalah salah satu pemain paling rajin dalam urusan pressing.
Flick sendiri sudah kelihatan frustrasi di pinggir lapangan melihat timnya “malas” saat tanpa bola. Kalau mau bersaing di level tertinggi, menemukan kembali energi pressing ini adalah harga mati.
3. Playmaker Ampas dan Lini Depan yang Tumpul
Masalah serius lainnya datang dari posisi nomor 10 atau gelandang serang. Kontribusi dari Dani Olmo dan Fermin Lopez nyaris nol besar. Gol-gol mereka hanya datang saat melawan tim-tim papan bawah. Olmo, yang digadang-gadang jadi otak serangan, malah seringkali “blank” dan gagal menembus pertahanan lawan.
Parahnya lagi, Olmo ikutan cedera saat jeda internasional. Kini harapan satu-satunya ada di pundak Fermin yang baru sembuh. Sementara itu, Robert Lewandowski yang diharapkan jadi mesin gol utama juga mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan. Di usianya yang sudah 37 tahun, ketajaman dan kecepatannya jelas menurun drastis. Ketergantungan pada striker tunggal yang sudah tidak lagi di puncak performa membuat serangan Barcelona jadi mudah ditebak dan tumpul.
4. Badai Cedera dan Risiko ‘Burnout’ Pemain Muda
Ini mungkin masalah paling horor: badai cedera. Joan Garcia, Gavi, Raphinha, Olmo, dan Lewandowski tumbang satu per satu. Bahkan pemain yang masih fit seperti Pedri dan Pau Cubarsi sudah kelihatan lelah. Ini belum pernah terjadi sedini ini di musim-musim sebelumnya.
Masalah ini diperparah oleh kebijakan Barcelona yang terlalu mengandalkan “anak ajaib” dari La Masia. Kita semua ingat bagaimana Pedri dan Gavi di masa lalu dieksploitasi habis-habisan di usia muda, yang berujung pada cedera panjang dan kambuhan. Sekarang, Lamine Yamal dan pemain muda lainnya juga menanggung beban yang sama beratnya. Risiko burnout atau kelelahan fisik dan mental sangat nyata.
Flick dan staf medisnya pusing tujuh keliling. Bagaimana caranya menjaga pemain tetap bugar tanpa mengurangi intensitas latihan dan permainan? Jika masalah ini tidak segera diatasi, jangan kaget kalau Barcelona bakal kehabisan bensin jauh sebelum musim berakhir. Hansi Flick kini benar-benar diuji. Mampukah ia menemukan solusi sebelum semuanya terlambat?