Francois Letexier: Wasit yang Dulu Bikin Shin Tae-yong Menangis, Kini Giliran Real Madrid Jadi Korban!

skorbolaindonesia – Nama Francois Letexier mungkin terdengar asing bagi sebagian penikmat sepak bola, terutama di luar Eropa. Namun bagi mereka yang mengikuti jalannya berbagai turnamen internasional — baik di level klub maupun tim nasional — nama Letexier bukanlah sosok yang asing. Wasit asal Prancis ini dikenal sebagai pengadil muda dengan karakter tegas, tak ragu mengambil keputusan besar, dan tak silau dengan nama besar siapa pun yang bermain di lapangan.

Dulu, Shin Tae-yong, pelatih tim nasional Indonesia, sempat menitikkan air mata karena keputusan kontroversial Letexier saat masih menukangi Korea Selatan. Kini, Real Madrid pun menjadi korban ketegasan Letexier dalam laga leg pertama semifinal Liga Champions melawan Arsenal, yang berakhir dengan kekalahan memalukan 0-3 di Santiago Bernabeu.

Apakah Letexier terlalu tegas? Atau justru ia adalah wasit modern yang ideal di tengah maraknya tekanan terhadap performa pengadil lapangan? Mari kita telusuri lebih dalam perjalanan kariernya dan dua momen besar yang membuat namanya menjadi pembicaraan hangat — dari Shin Tae-yong hingga Real Madrid.

Siapa Francois Letexier?

Francois Letexier lahir pada 23 April 1989 di Brittany, Prancis. Ia mulai menjadi wasit profesional di Ligue 1 sejak usia 26 tahun — usia yang sangat muda bagi standar perwasitan Eropa. Kariernya menanjak cepat berkat konsistensi dan keberanian mengambil keputusan dalam laga-laga besar.

Pada 2017, ia masuk dalam daftar FIFA dan sejak itu aktif memimpin pertandingan internasional, termasuk di UEFA Youth League, Liga Europa, dan sejak 2020 mulai mendapatkan kepercayaan di ajang Liga Champions. Di usianya yang belum genap 36 tahun kini dianggap sebagai salah satu wasit elit UEFA.

Ketika Shin Tae-yong Menangis

Momen paling emosional yang melibatkan Letexier terjadi pada Piala Dunia U-20 tahun 2017, dalam pertandingan antara Korea Selatan (yang saat itu dilatih Shin Tae-yong) melawan Portugal. Dalam pertandingan babak 16 besar tersebut, Korea Selatan kalah 3-1 — tetapi bukan skor akhirnya yang menjadi sorotan.

Shin Tae-yong menitikkan air mata dalam konferensi pers usai pertandingan. Ia menilai ada beberapa keputusan yang sangat merugikan timnya, termasuk satu momen krusial ketika gol Korea Selatan dianulir karena offside tipis, meski tayangan ulang memperlihatkan posisi pemain Korea tampak sejajar.

Shin menyebut:

“Saya tidak ingin menyalahkan siapa pun, tapi sangat sulit menerima keputusan-keputusan seperti ini dalam turnamen sebesar ini. Anak-anak bermain dengan hati mereka. Rasanya tidak adil.”

Sejak saat itu, nama Letexier mendapat perhatian luas di Asia, terutama karena dampaknya terhadap tim asuhan Shin Tae-yong yang sedang dalam sorotan publik Korea Selatan.

Real Madrid vs Arsenal: Letexier dan Malam Penuh Tegangan Tinggi

Lompatan ke tahun 2025, Francois Letexier kini kembali menjadi pusat perhatian — kali ini di salah satu laga terbesar Eropa: semifinal Liga Champions antara Real Madrid dan Arsenal, yang digelar di Santiago Bernabeu.

Arsenal tampil superior dan berhasil menang telak 3-0. Namun sorotan justru tertuju pada berbagai keputusan yang dinilai merugikan Real Madrid:

  • Kontroversi #1 – Penalti yang Tak Diberikan

Di menit ke-33, Vinicius Jr dijatuhkan oleh William Saliba di dalam kotak penalti. Dari tayangan ulang, ada kontak kaki antara keduanya. Vinicius langsung terjatuh, namun dengan tegas melambaikan tangan tanda play on. VAR tak memanggil untuk review, dan pertandingan berlanjut.

Pendukung Madrid bersorak marah, sementara Vinicius terlihat frustrasi.

Baca Juga:
  • Kontroversi #2 – Gol Offside yang Meragukan

Menit ke-52, Benzema mencetak gol lewat sundulan hasil crossing Bellingham. Namun, asisten wasit mengangkat bendera tanda offside. VAR kemudian mengkonfirmasi keputusan itu, meski tayangan ulang menunjukkan posisi Benzema tampak sejajar dengan Saliba.

Lagi-lagi, Real Madrid merasa dirugikan.

  • Kontroversi #3 – Kartu Kuning untuk Bellingham

Di menit ke-70, Jude Bellingham melanggar Merino dan langsung diganjar kartu kuning. Namun dalam tayangan ulang, terlihat Merino lebih dulu melakukan body charge. Letexier tetap teguh pada keputusannya, membuat para pemain Madrid kehilangan fokus.

Reaksi dan Kritik Usai Laga

Usai pertandingan, gelombang kritik terhadap Francois Letexier tak terbendung. Tagar #LetexierOut sempat trending di Twitter/X di wilayah Spanyol dan Amerika Latin. Bahkan media pro-Madrid seperti Marca dan AS menurunkan headline yang menuding Letexier “membunuh momentum” Madrid.

Carlo Ancelotti, dalam konferensi pers, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya:

“Saya tidak ingin terlalu banyak bicara tentang wasit, tapi kami punya mata. Semua orang melihat apa yang terjadi malam ini. Di semifinal seperti ini, setiap keputusan sangat penting.”

Sementara itu, pelatih Arsenal, Mikel Arteta, memilih meredam kontroversi:

“Saya pikir wasit memimpin pertandingan dengan baik. Tentu ada momen-momen ketat, tapi itulah sepak bola di level ini. Kami fokus pada performa kami.”

Data Performa Letexier di Liga Champions

Francois Letexier musim ini sudah memimpin 7 pertandingan Liga Champions, dengan data statistik sebagai berikut:

  • Rata-rata pelanggaran per laga: 24,3
  • Rata-rata kartu kuning: 4,1
  • Rata-rata kartu merah: 0,4
  • Penalti diberikan: 5 dari 7 laga

Data ini menunjukkan bahwa Letexier memang bukan tipe wasit yang mudah terpengaruh atmosfer. Ia berani mengambil keputusan besar — termasuk penalti atau pengusiran — jika menurutnya sesuai aturan, tanpa peduli status klub.

Sosok Disiplin yang Tak Gentar Nama Besar

Letexier dikenal sebagai wasit yang berpegang kuat pada regulasi, bahkan jika harus mengesampingkan atmosfer dan tekanan publik. Ia tidak memiliki “aura diplomatis” seperti wasit senior lainnya, yang mungkin akan lebih berhati-hati dalam laga besar.

Namun justru karena itu, Letexier menjadi simbol perubahan dalam dunia perwasitan UEFA. Di era di mana semua keputusan bisa dianalisis ulang dalam hitungan detik melalui VAR, keberanian mengambil sikap adalah kualitas yang sangat langka.

Dari Shin Tae-yong ke Real Madrid: Sebuah Pola?

Menariknya, baik dalam kasus Shin Tae-yong di Piala Dunia U-20 maupun Real Madrid di Liga Champions, ada satu benang merah: Letexier tetap teguh pada pendiriannya meskipun berada dalam sorotan besar.

  • Dulu, pelatih muda penuh ambisi dari Korea Selatan menangis karena keputusan Letexier.
  • Kini, klub terbesar Eropa merasa dirampok oleh keputusan yang sama tegasnya.
  • Ini bukan soal apakah keputusan itu benar atau salah, tapi soal gaya memimpin. Letexier bukan tipe wasit yang “bermain aman”.

Pahlawan atau Penjahat?

Francois Letexier adalah contoh nyata bahwa menjadi wasit di era modern tak hanya soal meniup peluit — tapi soal karakter. Ia telah membuktikan dirinya sebagai sosok yang tak mudah diintimidasi, bahkan oleh nama-nama besar seperti Vinicius Jr, Bellingham, atau Benzema.

Namun, seperti semua wasit, Letexier tidak kebal dari kontroversi. Ia mungkin membuat kesalahan. Tapi satu hal yang pasti: dia tidak takut pada konsekuensinya.

Bagi Shin Tae-yong, Letexier adalah mimpi buruk di Piala Dunia. Kini, bagi Real Madrid, Letexier adalah simbol frustrasi — karena sang raksasa jatuh di kandangnya sendiri, sebagian besar karena keputusan-keputusan yang membuat Bernabeu terdiam.

Apakah Letexier akan kembali memimpin leg kedua di Emirates? UEFA belum memberikan keputusan. Tapi satu hal pasti — semua mata akan kembali tertuju padanya, wasit yang tak pernah goyah menghadapi tekanan terbesar.

Ratna Devi adalah seorang profesional di bidang manajemen bisnis dengan pengalaman lebih dari 15 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di bidang Ekonomi di Universitas Indonesia, Ratna melanjutkan studi S2 di Universitas Gadjah Mada. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dan semangat untuk terus belajar, Ratna telah membangun karier yang cemerlang di berbagai perusahaan ternama di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version