Donnarumma dan Malam Balas Dendam yang Manis di Allianz Arena

Donnarumma dan Malam Balas Dendam yang Manis di Allianz Arena

skorbolaindonesia – Malam itu, langit Munich berwarna biru pekat. Ribuan penonton memadati Allianz Arena, tempat yang selama ini menjadi simbol dominasi Jerman dan kebesaran Bayern Munich. Tapi pada final Liga Champions musim 2024/2025, sorotan bukan pada tuan rumah, bukan pula pada klub besar seperti Real Madrid atau Manchester City, melainkan pada seorang kiper Italia yang datang membawa beban sejarah: Gianluigi Donnarumma.

Bersama Paris Saint-Germain (PSG), Donnarumma tidak hanya tampil sebagai penjaga gawang, tapi sebagai pahlawan utama malam itu. Dalam laga penuh tekanan melawan Arsenal, ia menjadi tembok terakhir yang tak tergoyahkan. Namun lebih dari sekadar performa hebat, malam itu menjadi ajang pembuktian dan balas dendam personal — sebuah penebusan dari luka lama yang pernah ia rasakan di stadion ini.

Luka yang Tak Terlupakan

Untuk memahami makna kemenangan Donnarumma di Allianz Arena, kita harus kembali ke Euro 2020 (yang digelar pada 2021). Kala itu, Donnarumma menjadi pahlawan Italia saat menjuarai turnamen lewat adu penalti melawan Inggris di Wembley. Namanya naik ke puncak dunia. Namun justru setelah itu, ia mengalami salah satu periode terberat dalam kariernya.

Pindah ke PSG dengan ekspektasi tinggi, Donnarumma sempat disorot karena penampilannya yang tak stabil. Ia dikritik keras setelah blunder fatal di babak 16 besar Liga Champions 2021/22 melawan Real Madrid yang membuat PSG tersingkir. Media Prancis menyebutnya “kiper besar dengan jiwa kecil.”

Puncak rasa sakit terjadi saat PSG dihancurkan Bayern Munich di Allianz Arena pada musim 2022/23. Donnarumma kala itu tampil buruk dan disebut-sebut sebagai biang kerok kekalahan. Ia tak pernah melupakan malam itu.

“Itu malam yang paling menyakitkan. Saya merasa telah mengecewakan semua orang. Tapi saya tidak lari. Saya bertahan,” ucap Donnarumma dalam wawancara dengan L’Équipe.

Perjalanan PSG ke Final: Misi Terpendam

Musim 2024/2025 menjadi musim yang penuh ambisi bagi PSG. Setelah kepergian Mbappé ke Madrid, banyak yang memprediksi era kejayaan PSG akan redup. Namun justru di situlah mentalitas juara dibentuk.

Luis Enrique memoles tim ini dengan pendekatan baru — mengedepankan kolektivitas, memperkuat lini tengah, dan memberi kepercayaan penuh pada Donnarumma sebagai kapten lapangan. PSG melewati fase grup dengan impresif, lalu menyingkirkan tim kuat seperti Manchester United dan Bayern Munich di fase knock-out.

Donnarumma tampil luar biasa di semua pertandingan tersebut. Ia mencatat 5 clean sheet dari 6 laga menuju final, termasuk penyelamatan gemilang di leg kedua semifinal melawan Bayern, yang ironisnya juga berlangsung di Allianz Arena.

Final: PSG vs Arsenal – Laga yang Sarat Emosi

Lawan PSG di final adalah Arsenal, tim muda yang penuh determinasi di bawah asuhan Mikel Arteta. The Gunners datang dengan semangat tinggi, sementara PSG membawa pengalaman dan dendam masa lalu.

Pertandingan berjalan ketat. PSG unggul lebih dulu lewat gol Ousmane Dembélé, sebelum Bukayo Saka menyamakan kedudukan. Skor 1-1 bertahan hingga akhir waktu normal dan babak tambahan.

Drama berlanjut ke adu penalti. Di sinilah sorotan tertuju pada satu nama: Gianluigi Donnarumma.

Adu Penalti dan Momen Kunci Donnarumma

Ketika semua orang menahan napas, Donnarumma berdiri tegak di bawah mistar. Ia terlihat tenang, nyaris tanpa ekspresi — seperti sedang membaca pikiran lawan satu per satu.

  • Penalti pertama Arsenal dieksekusi oleh Martin Ødegaard: diselamatkan!
  • Saka, sang eksekutor Inggris yang pernah gagal di Euro 2020, kembali ke titik putih: diselamatkan lagi!
  • Trossard dan Rice mencetak gol, tapi PSG unggul setelah semua penendang mereka sukses.

Donnarumma menyelamatkan dua dari lima penalti Arsenal. Ketika penalti kelima Arsenal gagal masuk, Donnarumma berlari ke arah para fans PSG, mengangkat tangan ke langit — tepat di stadion tempat ia pernah jatuh, ia kini berdiri sebagai pemenang.

Reaksi Setelah Pertandingan

Setelah menerima medali dan trofi, Donnarumma diwawancarai di lapangan. Suaranya bergetar, matanya merah, tapi senyumnya lebar.

“Saya pernah jatuh di sini. Tapi malam ini, saya bangkit. Saya dedikasikan ini untuk semua yang percaya, dan untuk semua yang pernah meragukan.”

Luis Enrique, sang pelatih, tak pelit pujian:

“Gigi bukan hanya kiper, dia pemimpin. Dia adalah alasan kami bisa sejauh ini. Malam ini adalah miliknya.”

Bahkan manajer Arsenal, Mikel Arteta, menyebut Donnarumma sebagai “the wall we couldn’t break.”

Baca Juga:

Balas Dendam Bukan tentang Dendam, Tapi Pembuktian

Bagi Donnarumma, kemenangan di Munich bukan sekadar trofi, tapi juga pengakuan. Selama bertahun-tahun ia dibayang-bayangi oleh status “kiper muda terbaik” sejak usia 16 tahun. Ia mengalami transisi berat di PSG, tekanan media, bahkan ejekan dari fans sendiri. Tapi ia bertahan, berkembang, dan menjawab semuanya dengan aksi.

Allianz Arena, yang dulu menjadi tempat tragedi, kini menjadi panggung penebusan. Ia mengubah luka menjadi kekuatan, dan membuktikan bahwa dirinya bukan hanya produk dari hype, tetapi seorang juara sejati.

Kemenangan PSG: Akhir Penantian Panjang

Trofi Liga Champions ini adalah yang pertama dalam sejarah PSG, menjadikan Donnarumma dan kawan-kawan sebagai legenda langsung klub. Selama ini PSG selalu dicap sebagai tim bintang tanpa hati, proyek uang tanpa identitas. Namun kemenangan ini membungkam semua kritik.

Tidak ada Mbappé, tidak ada Neymar, tidak ada Messi — tapi ada Donnarumma, Marquinhos, Zaïre-Emery, Dembélé, dan kolektivitas yang solid. PSG akhirnya menemukan sisi manusianya, dan Donnarumma menjadi simbol paling kuat dari transisi itu.

Apa Selanjutnya untuk Donnarumma?

Di usia 26 tahun, Donnarumma masih memiliki waktu panjang di puncak karirnya. Ia kini menjadi salah satu kiper paling dihormati di dunia, dan favorit untuk meraih Yashin Trophy musim ini.

Selain itu, ia juga akan menjadi andalan Italia di Euro 2028. Dengan status barunya sebagai juara Liga Champions, mentalitasnya sudah ditempa di level tertinggi. Donnarumma bukan lagi “wonderkid” — ia kini adalah penjaga gawang kelas dunia yang sudah menulis sejarahnya sendiri.

Dari Jatuh ke Puncak, Sebuah Malam untuk Dikenang

Malam itu di Allianz Arena, tidak hanya PSG yang menebus luka sejarah. Gianluigi Donnarumma menulis kisah pribadi yang luar biasa: dari penjaga gawang yang diragukan, menjadi penyelamat yang dielu-elukan. Dari pemain yang dicemooh karena blunder, menjadi pahlawan nasional dan ikon klub.

Balas dendam yang manis tidak selalu harus dilontarkan dengan kata-kata. Kadang cukup dengan satu penyelamatan. Atau dua. Dan senyuman yang akhirnya menang.

Reporter sepak bola yang menghadirkan liputan tajam, analisis mendalam, dan cerita menarik dari setiap sudut lapangan hijau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *